SEJARAH KUDA KEPANG ATAU EBEG
Kesenian satu ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang terkenal di pulau Jawa, khususnya Jawa tengah dan sekitarnya. Namanya adalah Kuda Lumping/Kuda Kepang/Ebeg.Apakah Kuda Lumping itu?EBEG adalah salah satu kesenian tradisional Jawa yang menggambarkan sekelompok prajurit penunggang kuda. Kuda yang di gunakan dalam tarian ini bukanlah kuda sungguhan, namun kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dibentuk dan dihias menyerupai kuda. Tarian ini sangat populer di masyarakat Jawa, khususnya Jawa tengah dan sekitarnya. Selain Kuda Lumping, tarian ini juga sering di sebut “EBEG” karena bentuk dari kuda yang di hiasi dengan rambut tiruan terbuat dari tali plastic dan di hias dengan cara di kepang. Selain menyuguhkan gerak tari, tarian ini juga terdapat unsur magis karena setiap pertunjukannya ada beberapa penari yang kesurupan dan beberapa ritual yang di lakukan dalam tarian ini. Selain itu ada beberapa atraksi berbahaya yang di pertontonkan seperti memakan Beling,Dipecut, Berjalan di atas pecahan kaca dan beberapa atraksi berbahaya lainnya.
Walaupun masih terdapat beberapa unsur seperti kesurupan dan atraksi berbahaya, namun pada Kuda Lumping ini lebih mengutamakan gerakan tari yang menggambarkan jiwa kepahlawanan para prajurit berkuda dalam peperangan. Dalam pertunjukannya, Penari Kuda Lumping/Ebeg biasanya terbagi menjadi 3 bagian. Pada bagian pertama biasanya dilakukan oleh beberapa penari wanita, dengan menunggangi kuda mereka menari dengan gerakan yang lembut dan dinamis. Kemudian pada bagian kedua, biasanya dimainkan oleh beberapa penari pria. Pada bagian ini para penari menari dengan gerakan yang menggambarkan keberanian para prajurit penunggang kuda di medan pertempuran. Dan yang terakhir adalah bagian yang dimainkan oleh beberapa pria yang menunggangi kuda. Sambil memainkan pecut, mereka menari mengikuti iringan musik. Pada bagian ini beberapa penari mengalami kesurupan dan dengan keadaan tidak sadar mereka melakukan beberapa atraksi berbahaya seperti memakan beling,dipecut, berjalan di atas pecahan kaca dan beberapa atraksi berbahaya lainnya. Dalam menyuguhkan pertunjukan Kuda Lumping/Ebeg ini setiap grup atau daerah memiliki kreasi tersendiri dalam menampilkannya, namun tetap tidak meninggalkan keaslian dalam kesenian tersebut. Dalam pertunjukan Kuda Lumping ini biasanya dikawal oleh beberapa PAWANG atau PENIMBUL untuk mengantisipasi hal – hal yang tidak di inginkan. Sebelum pertunjukan dimulai biasanya ada beberapa ritual yang dilakukan oleh para Penimbul/Pawang yaitu memberikan sesaji dan membacakan doa agar di jauhkan dari mara bahaya. Selain melakukan ritual, dukun juga ditugaskan untuk mengawal para penari yang kesurupan saat melakukan atraksi agar tidak terjadi hal – hal yang tidak di inginkan dan menyembuhkan para penari dari keadaan kesurupan.PAKAIAN/KOSTUM Kostum yang di gunakan dalam pertunjukan Kuda Lumping biasanya adalah pakaian para prajurit dengan menggunakan baju lengan panjang atau pendek, namun ada juga yang menggunakan rompi, bahkan tidak memakai baju. Pada bagian bawah menggunakan celana pendek sampai bawah lutut dan di hiasi dengan beberapa hiasan warna – warni dan kain bermotif batik. Untuk bagian kepala biasanya menggunakan Iket kepala. Aksesoris yang di gunakan adalah gelang tangan, gelang kaki, ikat pinggang,jarit atau selendang batik dan penutup dada. PROPERTY Property yang di gunakan dalam pertunjukan Kuda Lumping ini adalah kuda kepang/ebeg, namun setiap bagian penari berbeda - beda. Untuk penari wanita pada bagian pertama biasanya menggunakan selendang sebagai propertinya. Karena yang di utamakan pada bagian ini adalah tarian para penarinya. Namun ada juga yang menggunakan property seperti pedang. Untuk penari pria pada bagian kedua biasanya di menggunakan property seperti pedang. Karena pada bagian ini menggambarkan para prajurit berkuda di medan perang. Untuk bagian ketiga biasanya menggunakan property pecut. Pada bagian ini para penari menari menunggangi kuda dengan memainkan pecut seirama dengan musik pengiring sehingga menimbulkan suara yang khas. Dalam pertunjukan Kuda Lumping biasanya di iringi dengan beberapa instrument musik gamelan seperti kendang, bende, gong, kenong, demung, dan lain – lainDalam perkembangannya, kesenian Kuda Lumping/Ebeg ini tidak hanya terkenal di Jawa saja, namun juga terkenal di seluruh Indonesia. Tarian ini sering diadakan di berbagai acara seperti penyambutan tamu terhormat dan festival budaya di beberapa daerah di pulau Jawa terutama di jawa tengah. Seiring dengan perkembangan jaman, semakin banyak pula kreasi yang di tambahkan oleh para seniman Kuda Lumping/Ebeg pada setiap pertunjukannya. Hal ini di lakukan dalam rangka melestarikan dan membuat pertunjukan lebih menarik, namun tetap tidak meninggalkan ciri khas dari kesenian tersebut.
KESENIAN KUDA LUMPING/EBEG MENURUT PANDANGAN ISLAM
Kesenian kuda lumping merupakan kesenian rakyat tradisional Jawa sebagai salah satu unsur kebudayaan peninggalan nenek moyang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dimana eksistensinya mengandung nilai-nilai keindahan/ estetika. Karena didalamnya terdapat berbagai macam unsur-unsur seni, diantaranya seni tari, seni musik, seni vokal dan sebagainya. Paguyuban seni kuda lumping “ROSO CATUR MANUNGGAL (RCM)” yang berada di dusun empuan atau keciples Rt 07/Rw 02 desa Sumpiuh kecamatan Sumpiuh kabupaten Banyumas Jawa Tengah merupakan salah satu kelompok kesenian kuda kepang/ebeg yang masih eksis hingga saat ini. Dalam setiap pementasannya paguyuban kami juga menyajikan nyanyian syair/lagu dalam bahasa Jawa bernafaskan Islam serta mengandung moral-moral keislaman apabila dilihat dari makna yang terkandung, selain itu terdapat juga unsur-unsur berupa alat musik gamelan Jawa dan bentuk tari-tarian yang indah dan mengandung makna-makna tersirat yang terwujud melalui simbol-simbol tertentu. Sehingga kesenian kuda lumping ini tidak hanya menyenangkan jika disaksikan, tetapi lebih dari itu yaitu menyangkut makna-makna religius yang terkandung didalamnya. Karena dalam Islam dijelaskan bahwa keindahan harus mengandung akhlak yang Islami. Dan perlu di garis bawahi bahwa dalam membicarakan keindahan pasti akan ditemukan seni. Sehingga akan menarik apabila dikaji tentang makna estetika Islam yang tekandung dalam salah satu kesenian tradisional masyarakat Jawa, yaitu kesenian kuda kepang atau ebeg.
Selain sebagai media perlawanan seni Kuda Lumping atau Ebeg juga dipakai oleh para ulama sebagai media dakwah, karena kesenian Kuda Lumping merupakan suatu kesenian yang murah dan cukup digemari oleh semua kalangan masyarakat, seperti halnya Sunan Kalijogo yang menyebarkan Islam atau dakwahnya lewat kesenian Wayang Kulit dan Dandang Gulo, beliau dan para ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya melalui kesenian-kesenian lain yang salah satunya adalah seni kudalumping atau ebeg.Sifat dari para tokoh yang diperankan dalam seni tari kuda lumping ebeg merupakan pangilon atau gambaran dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia.
Para seniman kuda lumping memberikan isyarat kepada manusia bahwa didunia ini ada sisi buruk dan sisi baik, tergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang mana, kalau dia bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk dijadikan motifsi dalam hidup, bila sebaliknya berarti ia memilih semangat dua tokoh berikutnya yaitu Barongan dan Celengan atau babi hutan.
Banyak orang yang salah paham dalam memaknai seni Kuda lumping atau Ebeg, mereka beranggapan bahwa para pelaku seni kuda lumping adalah pemuja roh hewan seperti roh kuda, anggapan itu adalah salah, simbul kuda disini hanya diambil semangatnya untuk memotifsi hidup,bahkan Negara Indonesia sendiri menggunakan sosok hewan sebagai lambang Negara yaitu seekor burung Garuda, yang kesemuanya itu adalah nama-nama hewan, jadi merupakan hal yang salah bila kesenian Kuda Lumping atau Ebeg dianggab kelompok kesenian yang mendewakan hewan. Sekelompok orang juga beranggapan bahwa kesenian Kuda Lumping atau Ebeg dengan kemusyrikan karena identik dengan kesurupan atau kalap, kemenyan, dupa dan bunga bungaan, anggapan bahwa kuda lumping dekat dengan kemusyrikan adalah tidak benar, justru para pelaku seni Kuda Lumping atau Ebeg berusaha mengingatkan manusia bahwa di dunia ini ada dua macam alam kehidupan, ada alam kehidupan Nyata dan alam kehidupan Gaib.
Hal ini telah dijelaskan dalam Alqur`an surat Anas dan manusia wajib untuk mengimaninya. Fenomena kalap atau kesurupan bisa terjadi dimana saja dan dapat menimpa siapa saja, baik dikalangan arena Kuda Lumping atau Ebeg maupun tempat-tempat formal seperti Sekolahan atau Pabrik dan tempat mana pun, hal itu tergantung pada kondisi fisik dan Psikologis individu yang bersangkutan, sedangkan kemenyan, dupa dan bunga-bungaan tidak lebih dari sekedar wewangian yang tidak pernah dilarang dalam Islam bahkan dianjurkanpenggunaanya.
SEJARAHPERTUNJUKAN????? Kalau mencari
tahu sejak kapan pertama kali seni ebeg muncul di kabupaten banyumas mungkin
sangat sulit untuk di jawab. Namun kalau melihat perkembangan sejarah, ebeg
merupakan jenis tarian rakyat yang cukup tua umurnya. Lahir di
tengah-tengah rakyat pedesaan dan jauh dari kerajaan.
Ada beberapa versi mengenai
lahirnya jaran kepang atau ebeg. Masyarakat kediri dan malang umumnya berpendapat bahwa
jaran kepang lahir sejak zaman kerajaan Kediri. Atau paling lambat sejak
awalnya kerajaan majapahit. Jaran kepang itu lambang kegagahan Raden
Panjikudhawenengpati disaat menaiki kuda.Di daerah ponorogo masyarakat
berpendapat lain, ebeg adalah pengembangan dari seni reog. Pendapat masyarakat
daerah Tuban dan Bojonegoro lain lagi, mereka cenderung mengatakan bahwa jaran
kepang lahir sesudah tewasnya Ranggalawe ketika bertempur melawan Majapahit.
Jaran kepang menggambarkan pengikut setia ranggalawe dan masih ada beberapa
versi di daerah lain seperti semarang yang berpendapat ebeg menggambarkan
kegagahan tentara islam demak.
Masyarakat Banyumas berpendapat bahwa ebeg
dahulunya merupakan tarian sakral yang biasa di ikut sertakan dalam upacara
keagamaan. Umurnya sudah sangat tua. Setiap regu jarang kepang terdiri dari 2
kelompok dengan 2 orang pemimpin. Ada dua warna kuda putih dan kuda hitam. Kuda
yang berwarna putih menggambarkan pemimpin yang menuju kebenaran sejati.
Sedangkan kuda berwarna hitam menggambarkan pemimpin yang menuju kejahatan.
Pada trik-trik tertentu dalam permainan kedua pemimpin itu bertemu dan saling menggelengkan
kepala. Hal ini menunjukan bahwa antara kebenaran dan kejahatan tak dapat
bertemu. Kemudian mundur beberapa langkah, maju lagi sesaat ketemu
menggelengkan kepala begitulah seterusnya dengan gerak-gerak lain.